Senin, 26 Desember 2011

Pengembangan Desain Pembelajaran


Seiring dengan majunya waktu dan  teknologi yang berkembang pesat, masyarakat pun berubah dengan cepat pula mengikuti perkembangan zaman. Hal inilah yang menyebabkan perlunya mengembangkan desain pembelajaran (instruksional).  Ada nilai-nilai yang harus tetap ada dan harus diwariskan dengan terbuka terhadap kemajuan zaman. Penyampaian materi dengan memperhatikan perkembangan masyarakat dan teknologi merupakan suatu yang niscaya.
Dalam tulisan ini akan dibahas sedikit tentang beberapa hal berkaitan dengan pengembanan desain instruksional yaitu konsep, prinsip, dan prosedur perancangan instruksional, model desain pembelajaran.
A.        Konsep, prinsip, dan prosedur pengembangan instruksional
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau setidak-tidaknya dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki pendidikan. Dalam perspektif Twelker dalam Mudhoffir, 1986 : 33, yang dimaksud dengan pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengembangan instruksional merupakan keseluruhan kegiatan berkesinambungan yang meliputi perencanaan, pengembangan dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang dikembangkan tersebut sehingga mendapatkan sebuah desain instruksional yang efektif dan efisien.
B.        Prinsip Pengembangan Sistem Instruksional
Pengembangan sistem instruksional meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun desain instruksional dapat menilai efektifitas suatu desain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, peng­amatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se­cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata.
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan desain instruksional? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan desain instruksional meliputi:
1.  Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
2.    Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3.    Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
4.    Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5.  Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6.    Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7.    Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
8.    Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu­
9.    Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.
C.        Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:
1.  Pendekatan empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) penga­jaran diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemah­an di antaranya :
a.  Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran. 
b. Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kali uji coba, dan ini berarti kurang efisien.
2.  Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi­fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca­painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip­takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan desain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.

D. Model Desain Instruksional
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu­judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23). Sedangkan istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "desain" dan "pengembangan". Kata "desain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren­cana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
1.    Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
2.    Pengembangan sistem istruksional adalah suatu proses sedara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
3.    Desain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan menga­jar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
4.    Desain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979, p. XXI).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat diambil sebuah simpulan bahwa yang dimaksud dengan model pengembangan desain instruksional adalah se­perangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan desain instruksional.
Dalam pengelolaan pelatihan, pembelajaran dan pengembangan, salah satu bagian penting yang dapat membantu instruktur pelatihan maupun training specialist dalam pengelolaan pelatihan dan pembelajaran adalah dengan adanya desain Model Sistem Instruksional atau ISD (Instructional System Design) . Adanya model ini akan menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. 
Di antara model yang paling sering digunakan adalah ADDIE model dan ASSURE model.
Model ADDIE menggunakan 5 tahap atau langkah pengembangan yakni :
1. Analysis (analisa)
2. Design (desain / perancangan)
3. Development (pengembangan)
4. Implementation (implementasi/eksekusi)
5. Evaluation (evaluasi/ umpan balik)
Kebanyakan model instruksional merupakan turunan atau variasi dari ADDIE model, seperti Dick & Carey dan Kemp Model. Meskipun demikian, model ADDIE paling sering digunakan, dan dengan menggunakan 5 langkah proses diatas, sudah mencakup keseluruhan proses pengembangan pelatihan. Yakni mulai dari pertanyaan ” Apa yang harus perlu dan butuh dipelajari” sampai dengan pertanyaan ” apakah mereka sudah mendapat dari apa yang mereka butuhkan” .
Dengan adanya model instruksional berdasarkan ADDIE ini, jelas sangat membantu pengembangan material dan program pelatihan yang tepat sasaran, efektif, maupun dinamis. Aplikasi teori SDM maupun perilaku seperti social learning, pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran jarak jauh (distance learning), paham konstruktif (constructivism), aliran strength based (positive-based management), aliran perilaku manusia (behaviourism), maupun paham kognitif (cognitivism) akan sangat membantu pengembangan material pelatihan bagi instruktur maupun training specialist. 
Model ASSURE menggunakan enam tahapan yaitu:
1.  Analyze Learners
Menganalisa siswa adalah salah satu faktor yang wajib dilakukan sebelum melaksanakan pembelajaran. Ada 3 hal yang semestinya diperhatikan dalam menganalisa siswa :
a.  Karakteristik Umum
            Yang termasuk dalam karakteristik umum adalah usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, dan faktor sosial ekonomi. Karakteristik umum ini dapat digunakan untuk menuntun kita dalam memilih metode dan media untuk pembelajaran.
b.  Spesifikasi Kemampuan Awal
            Berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Informasi ini dapat kita temukan bila dilakukan entering behavior dengan pretest atau semacamnya. Hasil dari entry test ini dapat dijadikan acuan tentang hal-hal apa saja yang perlu dan tidak perlu lagi disampaikan kepada siswa.
c.   Gaya Belajar
            Gaya belajar berasal atau timbul dari adanya kenyamanan yang kita rasakan (secara psikologis dan emosional) saat kita menerima dan berinteraksi dengan lingkungan belajar, karena itu muncul modalitas dalam belajar (visual, audiotorial, dan kinestetik).
2.  State Objectives
Perumusan tujuan ini berkaitan dengan apa yang ingin dicapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perumusannya adalah : 
a.  Tetapkan ABCD
            A (audiens – instruksi yang kita ajukan harus fokus kepada apa yang harus dilakukan pembelajar bukan pada apa yang harus dilakukan pengajar), B (behavior – kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan baru yang harus dimiliki pembelajar setelah melalui proses pembelajaran dan harus dapat diukur), C (conditions – kondisi pada saat performans sedang diukur), D (degree – kriteria yang menjadi dasar pengukuran tingkat keberhasilan pembelajar). 
b.  Mengklasifikasikan Tujuan
            Maksud dari mengklasifikasikan tujuan disini adalah untuk menentukan pembelajaran yang akan kita laksanakan lebih cenderung ke domain mana ? kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal. 
c.   Perbedaan Individu
            Berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan. Individu yang tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan terhadap materi yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut, maka timbullah mastery learning (kecepatan dalam menuntaskan materi tergantung dengan kemampuan yang dimiliki tiap individu)
3.  Select Methods, Media, and Material
Pemilihan metode intruksional sangat ditentukan dengan sistausi dan kondisi siswa dan lingkungan pendidikan. Dalam hal ini tidak ada satu metode yang lebih dari metode yang lain dan tidak ada satu metode yang dapat menyenangkan/ menjawab kebutuhan siswa secara seimbang dan menyeluruh.
Pemilihan media yang yang tepat tentu sangat penting dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena media yang tidak tepat akan berakibat serius pada proses pembelajaran.
Materi/bahan yang kita gunakan dalam proses pembelajaran, bisa yang sudah siap pakai, hasil modifikasi kita, atau hasil desain baru. Bagaimanapun caranya kita mengumpulkan materi, pada intinya adalah materi tersebut harus sesuai dengan tujuan dan karakteristik si pembelajar. 
4.  Utilize Media and Materials
Sebelum kita memanfaatkan media dan bahan yang ada, alangkah bijaksananya jika kita melaksanakan “ritual” seperti :
a.    mengecek bahan (masih layak pakai atau tidak)
b.    mempersiapkan bahan
c.    mempersiapkan lingkungan belajar
d.    mempersiapkan pembelajar
e.    menyediakan pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau pembelajar).
5.  Require Learner Participation
Dalam mengaktifkan pembelajar di dalam proses pembelajaran alangkah baiknya kalau ada sentuhan psikologisnya. Berikut adalah gambaran dari adanya sentuhan psikologis dalam proses pembelajaran :
a.  behavioris, karena tanggapan/respon yang sesuai dari pengajar dapat menguatkan stimulus yang ditampakkan pembelajar.
b.  kognitifis, karena informasi yang diterima pembelajar dapat memperkaya skema mentalnya.
c.   konstruktivis, karena pengetahuan yang diterima pembelajar akan lebih berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami langsung setiap aktivitas dalam proses pembelajaran.
d.  sosial, karena feedback atau tanggapan yang diberikan pengajar atau teman dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi segala informasi yang telah diterima dan juga sebagai support secara emosional.
6.  Evaluate and Review
Evaluasi dan me-review adalah hal yang lazim dilakukan untuk melihat seberapa jauh media dan teknologi yang digunakan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.


REFERENSI
Hamzah, 2011, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, Jakarta : Pena Grafik
Muhaimin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Slameto, 1991, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, Jakarta : Bumi Aksara
Sudijono Anas, 2009, Pengntar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers.
Sudjana Nana , 2004, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Merancang dan Melakukan Penilaian Sumatif



Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses pembelajaran perlu diadakan evaluasi. Di antara evaluasi itu adalah penilaian sumatif. Penilaian dilakukan dengan tujuan untuk menilai proses dan hasil belajar siswa di sekolah, mendiagnosis kesulitan belajar siswa dan menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Fungsi penilaian adalah untuk memberikan umpan balik proses belajar mengajar, meningkatkan motivasi belajar siswa, dan memberikan laporan kemajuan belajar siswa kepada pihak yang memerlukannya.

Dalam melakukan penilaian (assesment), terdapat dua istilah yang saling berhubungan yakni evaluasi dan pengukuran. Dua istilah ini identik, kadang perbedannnya samar. Sebenarnya penilaian adalah bagian dari evaluasi, karena  evaluasi lebih luas dari sekedar pengukuran. Assessment is broader in scope than measurement in that it involves the interpretation and representation of measurement data.

Penilaian atas hasil pembelajaran memberikan deskripsi tentang tiga hal. Pertama menggambarkan seberapa efektifnya metode pengajaran yang diterapkan. Yang ke dua seberapa efisien kegiatan pembelajaran, dan ke tiga seberapa menariknya pembelajaran bagi siswa.
Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan tingkat penguasaan siswa pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Keefektifan tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut :
1.    Kecermatan penguasaan perilaku
2.    Kecepatan unjuk kerja
3.    Kesesuaian dengan dengan prosedur
4.    Kualitas hasil akhir
5.    Tingkat alih belajar
6.    Tingkat retensi

Tingkat daya tarik pembelajaran dapat diamati dengan melihat kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Indikator bahwa bidang studi memiliki daya tarik adalah siswa memberikan apresiasi dan keinginan lebih atas bidang studi yang diajarkan.
Efisiensi pembelajaran diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran dan atau jumlah biaya yang dikeluarkan untuk proses dimaksud.
Penilaian sumatif dikaitkan dengan penilaian pada akhir semester atau tahun. Penilaian ini memberikan nilai yang membedakan pencapaian seorang dengan lain dan seringkali digunakan untuk membuat pemilihan/penyeleksian.
Penilaian sumatif ialah penilaian yang dibuat pada akhir pengajaran (akhir semester/akhir tahun), yang bertujuan untuk menilai pencapaian akhir pembelajaran. Berbeda dengan penilaian formatif, yang lebih menekankan kepada penilaian penguasaan pelajar dalam suatu materi, penilaian sumatif bertujuan untuk menentukan pencapaian pelajar pada akhir semester/akhir tahun ajaran, yang juga dapat menentukan keberhasilan sesuatu kurikulum. Contoh penilaian sumatif ialah penilaian pada akhir tahun ajaran dalam bentuk Ujian Kenaikan Tingkat/ Ujian Akhir Madrasah.
Sehubungan dengan defenisi di atas, penilaian sumatif lebih menekankan pada hasil dan dilaksanakan satu kali untuk satu semester atau setiap akhir dari suatu program pembelajaran. Hasil penilaian sumatif ini berfungsi untuk grading clacement, promotion, dan accountability. Penilaian jenis ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Dalam hal motivasi, penilaian jenis ini sangat menguntungkan bagi siswa yang memperoleh prestasi yang tinggi. Sebaliknya, bagi siswa yang memperoleh prestasi yang rendah akan memiliki motivasi yang rendah yaitu rasa pesimis. Secara umum, tujuan penilaian sumatif bukanlah untuk membantu pelajar meningkatkan pencapaian, tetapi untuk memberikan rangking kepada mereka. Rangking yang diperoleh pelajar dapat digunakan untuk membuat perbandingan pencapaian antar pelajar. Penilaian sumatif juga dapat dijadikan petunjuk, apakah siswa dapat menguasai suatu mata pelajaran atau tidak. Jika mereka sudah mencapai peringkat tertentu, barulah mereka dibolehkan untuk mengambil mata pelajaran baru.
Menurut Yatim Riyanto (2009:142) Tahap kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh balikan tentang hal-hal berikut ini:
1.   Taraf pencapaian tujuan pembelajaran, keseksamaan perumusan tujuan.
2. Kesesuaian antara metode dan teknik peogajaran, dengan sifat bahan pelajaran, tujuan yang ingin dicapai, karakteristik siswa, kemampuan dasar siswa.
3.   Keberhasilan program dalam mencapai tujuan program.
4. Keseksamaan alat evaluasi yang digunakan demgan tujuan pengajaran/tujuan program yang ingin dinilai keberhasilannya.

Sudjana (1995) mengutarakan tujuan penilaian hasil belajar sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut dapat diketahui pula posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan siswa lainnya.
2.   Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
3.  Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta sistem pelaksanaannya.
4. Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Karakteristik Penilaian Sumatif
Beberpa ciri khusus terkait dengan penilaian sumatif antara lain sebagi berikut :
1.    Penilaian bersifat terminal/final.
2.    Biasanya berada di penghujung/akhir sebuah program pembelajaran.
3.    Menilai prestasi dalam programnya.
4.    Memberikan keterangan atas sejauh mana capaian seorang siswa dalam kurun waktu tertentu.
5.    Pandangan berlaku surut atas pelajaran apa saja yang telah dicapai selama masa belajar .
6.    Terkadang terkait dengan pemberian sertifikasi, pemberian nilai dan pengakuan publik.
7.    Biasanya merupakan penilaian tipe formal misalnya untuk mengakhiri sebuah tahapan ujian.



REFERENSI

Degeng, I. Nyoman Sudana, Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable, Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta: 1989
Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta: 2009
Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2008.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remaja Rosda Karya : 1995.

Merancang dan Melakukan Penilaian Formatif


Penilaian formatif merupakan salah satu alat diagnostik yang cukup efektif untuk mengidentifikasi masalah-masalah instruksi. Dengan demikian guru dapat memodifikasi strategi pembelajaran yang lebih efektif.
Bagi siswa, tes formatif memberikan pemetaan terhadap kesulitan-kesulitan mereka sehingga meungkinkan untuk memfokuskan pengalaman belajar mereka pada bagian yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Penilaian formatif berlangsung pada saat terjadinya proses pembelajaran. Fokus pengamatan dalam tahap penilaian ini adalah apakah  siswa telah belajar secara maksimal dan efisien. Bila hasil pengamatan menunjukkan gejala positif, maka kegiatan pembelajaran dapat terus dilangsungkan, namun bila sebaliknya maka kegiatan pembelajaran mungkin perlu dimodifikasi. Pada penilaian formatif ini,  siswa diberi informasi mengenai kemajuan yang telah dicapainya serta dimotivasi agar lebih bergairah dalam kegiatan belajar pada tahapan selanjutnya. Frekuensi penilaian dilakukan sesuai dengan kapasitas projek yang dikerjakan.
Tahap penilaian formatif sejalan dengan langkah-langkah pemecahan masalah (estetik maupun fungsional) yang dilakukan mahasiswa. Biasanya proses ini terdiri atas langkah-langkah studi awal untuk (a) mendalami dan mengembangkan konsep-konsep bagi pemecahan masalah, (b) berpikir gambar (melakar) untuk menghasilkan beberapa sketsa alternatif, (c) menganalisis dan mensintesis sketsa-sketsa terpilih untuk dikembangkan menjadi comp, serta (d) penggarapan karya final berdasarkan comp yang terpilih. Proses ini dapat diobservasi langsung dan atau diidentifikasi lewat eksplorasi konsep dan cakupan karya (sketsa-sketsa, comp, catatan-catatan pribadi, jurnal, dan data lainnya) yang dihasilkan  siswa selama menyelesaikan tugas tersebut.
Karakteristik Penilaian Formatif

1.      Penilaian bersifat membangun Identifikasi objektif baru dan cara maju ke depan.
2.      Sering  dan informal.
3.      Memberikan petunjuk apa yang siswa dan guru harus lakukan kali berikutnya untuk menjadi lebih bermakna.
4.      Memberikan masukan bagi guru dan siswa atas kinerja, kekuatan dan kelemahan mereka saat ini sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
5.      Bagian integral dari proses belajar mengajar sehari-hari.
6.      Dirancang untuk positif, suportif, bermanfaat, serta memotivasi guru dan siswa.
7.      Dapat dikerjakan melalui proses negosiasi, diskusi, dan perjanjian antara guru dan siswa.
8.      Kadang disebut diagnostik karena menolong guru untuk memberikan diagnosa dibidang apa siswa membutuhkan bantuan tambahan.

Penilaian formatif memiliki sifat berkesinambungan dan mengidentifikasi objektif pembelajaran baru dan langkah ke depan untuk memenuhi objektif pembelajaran. Penilaian formatif sering kali disebut penilaian untuk pembelajaran atau penilaian edukatif, Karena digunakan untuk meningkatkan pembelajaran.
Teknik-teknik dalam Penilaian Formatif
Terdapat berbagai macam tehnik yang dapat digunakan sebagai penilaian formatif. Teknik-teknik tersebut dapat dibagi kedalam tipe tertulis dan tidak tertulis sebagai berikut :


Tidak Tertulis
Tertulis
1.    Pertanyaan
2.    Observasi
3.    Wawancara/Konferensi
4.    Presentasi
1.    Ujian 
2.    Esai 
3.    Portofolio  
4.    Penilaian Mandiri 

REFERENSI
Hamalik, Oemar, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2009
Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta, 2009
Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008
http://inovasipendidikan.netbtlBTL download : 20/12/2011/10:32 am.